Nama : Masyitha Fajrurahmah
NIM : 15.E1.0270
Dosen pengampu : Gregorius Daru Wijoyoko
Sebelum kita masuk ke topik, kita perlu memahami, apakah intoleransi beragama itu? Intoleransi beragama adalah sikap atau tindakan kekerasan terhadap pemeluk agama tertentu semata-mata karena mereka menganut keyakinan agama yang berbeda dan atau bertolak belakang dengan keyakinan agama yang kita anut.
Apakah penyebab dari intoleransi itu sendiri? Beberapa penyebabnya adalah :
1. Absolutisme, yaitu keyakinan bahwa hanya ada satu penjelasan obyektif yang tepat dan tidak berubah tentang realitas atau bisa disebut kesombongan intelektual
2. Eksklusivisme, yaitu kesombongan sosial
3. Fanatisme, yaitu paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan.
4. Ekstremisme, yaitu berlebih-lebihan dalam bersikap
5. Agresivisme, yaitu berlebih-lebihan dalam melakukan tindakan fisik
Indikator adanya intoleransi itu apa sih?
1. Menyebarkan informasi yang salah tentang agama lainnya walaupun kesalahan informasi dapat dwngan mudah dicek dan dikoreksi
2. Menyebarkan kebencian pada penganut agama lainnya, menyebut mereka sesat, jahat, imoral dan sebagainya.
3. Mencemooh dan merendahkan keimanan dan praktek-praktek agama yang lain.
4. Memaksakan keyakinan dan praktek agama pada kelompok agama lain
5. Membatasi hak-hak asasi manusia dari kelompok agama tertentu
6. Menganggap kelompok agama lain sebagai tidak berharga atau buruk.
Lalu, bagaimana kita mengatasi intoleransi itu?
1. Menentang (contending), perhatian yang lebih tinggi terhadap diri sendiri dan perhatian yang rendah terhadap orang lain
2. Mengalah (yielding), ada kepedulian lebih besar pada kepentingan orang lain daripada terhadap diri sendiri
3.Menarik diri (withdrawal), yang berkonflik akan menggunakan gaya kompromi dan akomodasi ketika ada keseimbangan
4. Kompromi (compromising), terjadi ketika ada keseimbangan antara kepedulian terhadap kepentingan sendiri dan pihak lain
5. Pemecahan masalah (problem solving), ditandai adanya ketegasan pada kepentingan diri sendiri, tetapi ada kesadaran terhadap aspirasi dan kebutuhan pihak lain
Nama : Masyitha Fajrurahmah
NIM : 15.E1.0270
Dosen pengampu : Gregorius Daru Wijoyoko
Prinsip-prinsip dari toleransi adalah menghargai keberagaman dan mengakui hak hak asasi manusia, lalu apakah masyarakat di Indonesia sudah menghargai keberagaman? Apakah masyarakat mengakui hak hak asasi manusia? Dan yang terakhir apakah toleransi beragama di Indonesia saat ini sudah cukup baik, sangat baik buruk atau sangat buruk? Apa indikasinya?
Ciri terpenting dari kondisi toleransi di tanah air saat ini ialah toleransi yang pasif, atau biasa disebut ko-eksistensi (lazy tolerance). Hidup berdampingan secara damai. Tapi satu sama lain tidak saling peduli. Karena menganggap “masalahmu adalah masalahmu”, “masalahku adalah masalahku”. Toleransi semacam ini nyaris tidak menyumbangkan energi bagi penguatan kohesi sosial. Kalau mau menciptakan toleransi yang kokoh, maka toleransi yang pasif itu harus ditingkatkan menjadi toleransi yang aktif-progresif, atau biasa disebut pro-eksistensi. Dalam kondisi ini, setiap elemen sosial yang berbeda (suku, agama), saling menguatkan dan memberdayakan satu sama lain. Contoh: Partisipasi dalam perayaan hari-hari besar keagamaan. Saling membantu dalam mendirikan rumah ibadah, dsb.
Persoalan dalam Toleransi Beragama
Toleransi antar umat beragama hingga kini masih diselimuti persoalan. Klaim kebenaran suatu agama terhadap agama lainnya mendorong penganutnya untuk memaksakan kebenaran itu dan bersifat sangat fanatik terhadap terhadap kelompok agama lain . Lebih tragis lagi ketika penyebaran kebenaran itu disertai aksi kekerasan yang merugikan korban harta benda dan jiwa. Fenomena kekerasan antar pemeluk agama hampir terjadi di seluruh belahan dunia.
Masalah Paradigma
Paradigma lama: Kompetisi misi agama dilakukan untuk mencari pengikut sebanyak-banyaknya. Dilakukan secara tidak sehat. Melanggar etika sosial bersama.
Paradigma baru: Kompetisi misi agama harus berjalan secara sehat dan menaati hukum yang disepakati. Kompetisi à berlomba-lomba menjalankan kebaikan (fastabiqul khairat). Jadi, orientasinya adalah pengembangan internal umat.
Paradigma lama: Misi agama seringkali mengundang pertentangan yang membawa kekerasan dan membangkitkan jihad atau perang antarpemeluk agama.
Paradigma baru: Kegiatan misi agama harus membawa persaudaraan universal (human brotherhood, ukhuwah basyariah). Dalam paradigma baru, ajakan agama-agama lebih mengacu kepada wacana etika kemanusiaan global, untuk menjawab isu-isu global dan lintas agama, seperti masalah kemiskinan, ketidakadilan, krisis lingkungan, pelanggaran HAM, dan sebagainya.
Paradigma lama: Mempersoalkan perbedaan dan menganggapnya sebagai ancaman.
Paradigma baru: Mengacu pada platform bersama (common platform, kalimatun sawa), menganggap perbedaan sebagai kekuatan. Indonesia dipersatukan oleh perbedaan-perbedaan. Para pendukung paradigma baru terus berupaya mengembangkan theology of religions, yaitu teologi yang tidak hanya milik satu agama, tetapi semua agama à Teologi Pluralis
Nama : Masyitha Fajrurahmah
NIM : 15.E1.0270
Dosen pengampu : Gregorius Daru Wijoyoko
Secara etimologi kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu a dan gama. “a” berarti tidak dan ”gama” berarti kacau. Jadi agama menggambarkan suatu keadaan yang teratur dan tidak kacau. Agama ada supaya kehidupan manusia bisa tidak kacau dan damai. Agama yang diakui di Indonesia ada 6 yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu. Setiap agama mengajarkan hal yang baik untuk kita laksanakan. Agama membimbing umatnya ke jalan yang benar. Setiap agama mengajarkan untuk menghargai agama lain serta dapat hidup didalam keberagaman tanpa kehilangan identitas masing-masing. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam sila pertama yang berisi Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa semua agama dan kepercayaan yang ada secara bersama-sama percaya dan mengakui adanya satu Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Seperti halnya Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Indonesia yang berisi walaupun kita berbeda-beda tapi tetap satu. Walaupun berbeda agama, suku, dan ras kita tetap satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Kebhinekaan bangsa Indonesia akan menjadi suatu kesempatan untuk saling mengisi dan melengkapi sehingga bisa menciptakan suasana kebersamaan dan kedamaian.
Peran mahasiswa dalam mewujudkan perdamaian lintas agama:
a. Dimulai dari diri sendiri yaitu menganggap kita semua manusia adalah satu keluarga dan diciptakan oleh Tuhan.
b. Saling mengasihi Tuhan dan sesama manusia serta mampu hidup untuk kepentingan orang lain.
c. Bergaul dengan siapa saja tanpa memandang agama, suku, dan ras.
d. Tidak menganggap hanya agama sendiri yang benar dan agama yang lain salah.
e. Menghargai hari besar setiap agama. Islam hari besarnya yaitu hari raya idul fitri, Kristen Protestan dan Kristen Katholik hari besarnya yaitu hari Natal, Hindu hari besarnya yaitu Nyepi, Budha hari besarnya yaitu Waisak. Setiap orang masing-masing mengucapkan selamat merayakan kepada orang yang merayakan dan ikut menghargainya.
f. Melakukan kegiatan bersama yang mendorong untuk bersatu didalam perbedaan baik dengan berdialog maupun dengan melakukan kegiatan diluar kampus yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Dialog antar umat beragama dapat memberikan kesempatan bersama untuk memuliakan Tuhan bersama-sama dengan penganut berbagai agama dan kepercayaan lainnya. Sebab walaupun berbeda agama, para penganut agama lain juga merupakan keluarga Allah.
g. Tidak mengganggu jadwal ibadah agama lain. Misalnya: Setiap orang yang menganut agama Islam harus shalat 5 waktu, maka setiap orang yang menganut agama lain harus menghargainya dan mengingatkan mereka untuk shalat. Setiap orang yang menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik pergi ke gereja pada hari minggu, maka setiap orang yang menganut agama lain menghargainya dengan membiarkan seorang Kristen untuk beribadah di gereja.
Bersatu adalah kunci untuk menuju perdamaian. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Jika kita bersatu didalam perbedaan, maka tidak ada yang dapat memisahkan kita. Seperti halnya lidi. Jika hanya ada satu lidi, maka satu lidi itu tidak dapat menyapu sampah. Akan tetapi, jika satu lidi itu bersatu dengan lidi-lidi lainnya maka lidi-lidi tersebut mampu dijadikan sapu lidi yang dapat dipakai untuk menyapu sampah. Demikian juga kita, Kita terdiri dari berbagai agama, suku, dan ras tapi jika bersatu tanpa memandang perbedaan maka perdamaian akan terwujud.
Nama : Masyitha Fajrurahmah
NIM : 15.E1.0270
Dosen pengampu : Gregorius Daru Wijoyoko
Sangat miris, selama ini tindakana terorisme selalu dikaitkan dengan islam. Padahal islam adalah negara yang mengajarkan kedamaian dan kasih sayang. Steeotype negeri barat tentang umat islam adalah teroris sudah sangatlah parah, sampai sampai banyak diantara mereka yang mengaku islamophobia. Apakah islam pernah mengajarkan kekerasan dan anarkisme?
Jika ada yang beranggapan bahwa terorisme adalah sikap mulia, adalah jihad besar, maka dia salah besar. Dari mana dia memperoleh referensi itu? Apakah mereka tidak menyadari atau bahkan acuh ketika orang islam sendiri menjadi korbannya? begitukah cara dakwah islam? namun, kita juga tak berhak mengklaim pelaku bom bunuh diri itu masti sia-sia ataupun berstatus syahid, karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Angapan bahwa aksi terorisme selalu dikaitkan dengan Islam karena berhubungan dengan ajaran Jihad adalah sesuatu hal yang keliru. Kurangnya pendidikan atas ajaran jihad sehingga seolah-olah ada yang menyamakan terorisme dan jihad itu sama, makanya islam selalu tertuduh,
Jihad merupakan suatu sikap spiritual dan termasuk dalam ranah kesufistikan. Jihad sendiri ada 3 macam tingkatan.
1. Jihad al akbar (Jihad besar) yaitu Jihadunnafsi (memerangi hawa nafsu)
2. Jihad as ashgor, contohnya adalah perang Badar
3. Jihad al afdlol, jihad yang paling utama yaitu sebuah keberanian menggunakan pikiran untuk membangun sebuah kebenaran
Pada masa Rasulullah SAW, pernah ada sahabat yang akan ikut berperang. Sahabt tersebut ditanya oleh Rasul : Apakah kamu masih mempunyai orang tua? Sahabat menjawab : Ya, Rasulullah, Ibu saya masih hidup. Rasulullah bersabda : Kembalilah pada Ibumu, sesungguhnya berbakti pada orang tua itu juga merupakah jihad. Rasulullah sendiri dilarang oleh Allah untuk berperang kecuali setelah diserang. Rasulullah juga tidak diperkenankan berperang dalam keadaan emosi. Perjanjian damai dan gfencata senjata pun sering dilakukan Rasulullah sebagai salah satu strategi dakwahnya, tidak melulu perang dan menyerang. Dalam firman-Nya, Allah juga melarang Rasulullah SAW menyerang sebelum diserang, membunuh wanita, anak-anak dan lansia, serta tidak menyerang orang yang tidak membawa senjata.
Dari penjelasan di atas, tentu saja bisa dikatakan bahwa terorisme bukanlah jihad. Mereka yang melakukan tindak terorisme adalah orang-orang yang cacat logika dan kebetulan mereka memeluk agama islam. Maka dari itu banyak orang yang mengkaitkan terorisme dengan islam.